Kutulis surat usang ini
untukmu duhai hati yang
sedang bersedih. Untuk
hati yang jerih bercinta
lagi. Demi hati yang sering
merasa sendiri. Hati dari
seseorang yang baru bisa
didekati setelah lama
hanya bisa bermimpi. Ah,
aku tidaklah pandai
merayu. Tidakpula pandai
menghiburmu. Karena aku
tahu aku hanyalah seorang
asing. Asing yang tidak
pandai berkata-kata dan
mengusapkan jarinya
untuk menghapus air
matamu. Maka sungguh
pandanglah surat ini
sebagai penebus.
Penebus? Ya penebus akan
ketidak mampuanku.
Penebus akan absensi ku.
Penebus akan fakta bahwa
aku hanya mampu
memberikan berderet-
deret tulisan tanpa
kehadiran langsung
ragaku.
Duhai hati. Aku bertanya
kepadamu yang sedang
bersedih. Bersedih akan
kehilangan. Kehilangan
dirinya. Yah aku tahu fakta
yang membuat air mata
itu menggenang di
pelupuk matamu. Aku
disini bukanlah untuk
mengukur dan menebak
seberapa dalam
kesedihanmu. Sungguh
aku tidaklah mampu
mengukur itu. Seberapa
hebatnya aku dalam ilmu
ukur sekalipun aku
tetaplah tidak mampu.
Aku hanya ingin
mengingatkan sesuatu
kepadamu. Tentang suatu
hal yang dinamakan siklus.
Perputaran kehidupan.
Dua sisi yang
berlawananan. Sama
seperti gelap melawan
terang. Maka sisi-sisi itu
akanlah selalu ada.
Berulang-ulang terjadi silih
berganti. Maka izinkanlah
untuk kali ini aku sedikit
bercerita. Bercerita untuk
mu. Bercerita tentang
datang dan pergi.
Tahukah kamu bahwa suka
atau tidak, cepat atau
lambat, maka kita selalu
mendapatkan kebalikan
dari apa yang kita punya.
Semua hal dalam hidup
yang singkat ini hanyalah
berdasarkan hukum itu.
Cantik dan buruk rupa.
Kaya dan miskin harta.
Pandai dan bebal otaknya.
Hukum itulah yang selalu
didengungkan oleh
berbagai pujangga dari
zaman lama. Aku tahu ini
lagu tua, seringkali kau
dengar pula. Tapi apakah
kau sadar wahai hati?
Bahwa itu juga terjadi
untuk pergi dan terganti
kedatangan baru lagi. Kita
sering kali (atau malah
selalu) bersedih karena
kehilangan dan kepergian.
Yah aku tahu itu, sangat
paham malah. Bukankah
selalu menyakitkan
kehilangan orang yang
telah datang dan memberi
warna dalam hidup ini.
Selalu mengiris saat tahu
bahwa tiba-tiba mereka
telah pergi. Terkadang
malah tanpa alasan sama
sekali. Laksana penyulap
yang tiba-tiba
mengeluarkan merpati
dari saputangannya. Begitu
pula kepergian itu, terjadi
begitu saja layaknya sulap
biasa. Tapi aku mau
engkau mengingat wahai
hati, ingatlah satu hal dari
pertanyaan ku ini. Saat
sesuatu itu datang dan
berada di genggaman,
apakah itu datang dengan
suatu alasan? Orang cerdik
pandai sering membantah
dan menjawab dengan
pongahnya, “iya saya
dapatkan itu dengan usaha
dan tenaga. Jadi wajarlah
pula sesuatu itu datang
kepadaku !”
Tapi lupakah kita bahwa
adakalanya kita
mendapatkan suatu hal
tanpa alasan sama sekali.
Ambil contoh dalam hal
jatuh cinta. Iya cinta yang
berbait-bait
ditembangkan, ditulis
dalam manuskrip-
manuskrip tua,
menciptakan pujangga-
pujangga abadi sepangjang
massa. Apakah cinta itu
datang dengan alasan?
Mungkin engkau ingin
meniru kata-kata orang
yang mengatakan, iya aku
cinta dia karena fisiknya
yang menarik. Atau karena
kepandaiannya. Atau pula
malah karena kebaikannya.
Tapi apakah engkau lupa
satu hal? Apakah hatimu
benar-benar bisa
mendeskripsikan kenapa
engkau jatuh cinta
dengannya? Sadarkah
engkau, bahwa terlepas
dari kebaikan, kepandaian,
fisiknya maka engkau
merasa jatuh cinta
kepadanya karena sesuatu
hal yang tidak bisa
dimengerti. Tiba-tiba saja
kok bisa engkau tersipu
malu hanya dengan
mengingat namanya?
Bagaimana bisa engkau
memangkukan tangan
terpana hanya karena
melihat sosoknya dari
kejauhan saja? Bagaimana
bisa engkau sumringah,
buncah oleh perasaan
bahagia hanya karena satu
dua katanya dalam pesan
singkat yang baru saja
engkau terima darinya?
Apakah engkau sungguh
mengerti kenapa engkau
bisa bertingkah ganjil
seperti itu?
Aku yakin seyakin-
yakinnya. Bahwa engkau
tidak tahu alasan itu. Yang
engkau tahu hanyalah
bahwa engkau sedang
jatuh cinta. Tanpa alasan
tiba-tiba saja datang
hinggap dan membelit
erat sebegitu kuatnya.
Tidak percaya? Duhai hati
lihat lah baik-baik ke
zaman-zaman
dibelakangmu. Apakah
engkau bisa menghitung
berapa juta arti, berapa
juta larik puisi, berapa juta
catatan torehan hati yang
menyangkut akan jatuh
cinta dari berbagai filsuf,
pujangga, ilmuwan, raja,
sufi bahkan orang miskin
hina sekalipun. Semuanya
mendeskripsikan kenapa
jatuh cinta dengan
bahasanya sendiri-sendiri
dan bagaimana bisa hal itu
terjadi? Karena semua
orang tidak pernah tahu
alasan jatuh cinta. Mereka
hanya tahu dan menikmati
kedatangannya. Tidak
lebih. Tidak kurang.
Nah satu hal yang harus
engkau ingat adalah satu
fakta bahwa kedatangan
jatuh cinta itu akan
dipisahkan oleh kepergian.
Dan sebagaimana hal yang
terjadi dengan kedatangan
jatuh cinta. Maka alasan
kepergiannya pun tidak
dimengerti. Ah, disini aku
tidak mau berdebat
tentang apa alasan
kepergian itu (toh bisa saja
karena sakit, khianat
murah karena tergoda
“ barang” lain yang lebih
terlihat mulus rupa, atau
malah karena kesepakatan
tertentu..seribu satu
alasan ada untuk itu). Aku
hanya ingin engkau
mencoba ingat lagi. Ingat
bahwa datang itu pasti
disusul oleh pergi (dan
pergipun akan disusul lagi
oleh datang yang baru
lagu). Sama sederhananya
seperti bayi yang pastinya
akan berubah menjadi
dewasa dan mati (bahkan
manusia pun datang dan
akhirnya pergi bukan?).
Ingatlah satu hal bahwa,
HAL ITU TIDAKLAH
TERELAKKAN. Pasti terjadi!
Pasti menghantam diri.
Dan sungguh, sungguh
aku tidak mau berdebat
akan alasan itu terjadi. Aku
hanya ingin mengingatkan
bahwa, sebagaimana kita
menikmati suatu
kedatangan
(mempestakannya malah)
maka nikmati pula
kepergian. Nikmatilah
dengan cara yang sama
tapi sedikit berbeda
seperti kedatangan. Satu
cara yang diajarkan oleh
pak haji di televisi, ikhlas
saja itulah kuncinya.
Ingatlah bahwa engkau
selalu ikhlas akan
kedatangan sesuatu yang
baik bukan? Entahlah
apakah itu kedatangan
nasib baik, kedatangan
harta, atau kedatangan
orang yang dicinta
sekalipun. Engkau ikhlas
akan kedatangannya. Dan
bersuka ria. Maka ingatlah
bahwa engkau pun harus
ikhlas akan kepergian.
Entahlah apakah itu
kepergian nasib buruk,
kepergian harta, atau
kepergian orang yang
dicinta sekalipun. Engkau
ikhlas akan kedatangannya.
Dan sedikit berbeda
dengan kedatangan, maka
engkau tidaklah bersuka
ria, tetapi mafhum dan
menyadari bahwa waktu
kepergian memang sudah
tiba. Waktu untuk
kepergian dan melepas.
Melepas sesuatu yang
memang bukan milik kita
(karena bukankah faktanya
semua hanya titipan_Nya?
Jadi bagaimana pula kita
bisa mengeluh untuk
semua hal yang jelas-jelas
bukan milik kita?).
Aku ingin engkau percaya
bahwa hal itu sesederhana
ini. S-E-D-E-R-H-A-N-A.
Hati kitalah yang
memperumitnya.
Memperumit dengan
suatu bantahan yang
selalu keluar, bantahan
yang intinya menyangkal
bahwa kepergian itu
terjadi. Kenapa?
Bagaimana bisa? Apa yang
salah? Sungguh duhai hati.
Tidak ada alasan lebih.
Tidak ada pula ada yang
salah. Sesungguhnya
semua terjadi karena
memang sudah waktunya.
Memang waktunya bahwa
pergi itu akan datang.
Maka bersyukurlah,
berdoalah, mintalah
kekuatan dari_Nya dan
relakanlah. Karena
waktunya memang sudah
tiba. Waktu untuk
kepergian itu datang
memangku jiwa.
Maka percayalah wahai
hati yang bersedih.
Yakinlah duhai hati yang
sering merasa sendiri.
Relakanlah oh hati yang
jerih untuk bercinta lagi.
Bahwa siklus itu selalu
terjadi, berkebalikan. Dua
sisi yang selalu
berlawanan tapi pasti
terjadi. Ingatlah bahwa hal
itulah yang sesungguhnya
menempa kita.
Mengajarkan kepada kita
arti untuk memperbaiki
diri, mengajarkan kita
kepada arti untuk selalu
meresapi moment-
moment yang terjadi,
menikmati tiap detiknya,
dan tidak menyia-
nyiakannya. Karena cepat
ataupun lambat maka itu
akan terjadi. Terus
berputar seperti roda
pedati. Pesanku hanya satu
wahai hati kecil yang
sedang bersedih, saat
sesuatu itu datang maka
nikmatilah sebenar-
benarnya. Syukuri
semuanya. Karena engkau
harus tahu bahwa sesuatu
itu akan pergi juga
akhirnya. Dan saat pergi
itu datang wahai hati kecil
yang sedang bersedih,
maka relakanlah hal itu.
Sunggingkan senyum dan
yakinlah bahwa kepergian
itu nanti akan digantikan
oleh_Nya dengan suatu
kedatangan kembali.
Kedatangan yang jauh
lebh indah dari awalnya.
Jauh lebih berarti dari awal
mula. Karena bukankah
siklus itu selalu terulang.
Beratus-ratus kali sampai
kita tua dan mati. Jadi
percayalah. Yakinlah.
Tersenyumlah.
Yakinlah pula bahwa tuhan
selalu tersenyum dengan
caranya kepada kita.
Mempersiapkan segala
yang kita butuhkan dengan
misteriusnya jalanNya. Jadi
sekali-sekali wahai hati
berhentilah bertanya,
terimalah dengan lapang
dada. Bersiaplah untuk
rencana baru yang
dipersiapkan oleh_Nya.
Karena aku yakin, bahwa
Dia tidak akan
mempersiapkan hal yang
buruk untuk makhlukNya,
semuanya indah walau kita
tidaklah tahu jelas jalan
pikiranNya. Berhentilah
bersedih. Semoga tulisan
sederhana ini
membuatmu
bersemangat kembali.
Sampai tua dan akhirnya
juga “pergi”.Hanya inilah
tulisan untuk mu wahai
hati kecil, smoga bisa
menebus keterbatasanku
selama ini. Kelalaianku
karena tida k bisa sering
bersamamu. Izinkan untuk
sementara tulisan ini
menghiburmu. Sampai aku
benar-benar bisa datang
untukmu. Nanti saat takdir
akan kedatanganku
kembali dan ingat, ingatlah
bahwa engkau sama sekali
tidaklah sendiri. Sampai
nanti wahai hati, sampai
kita berjumpa kembali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar